Posted by rampak naong - -

diunduh dari google
Sudah lama sekali saya pernah membaca artikel di Harian Kompas  yang ditulis KH. Masdar F Mas’udi, salah satu pengurus PBNU, bahwa bulan ramadhan adalah bulan perempuan. Ya ramadhan adalah bulan dimana perempuan (ibu atau para istri) menuntaskan perannya sebagai seorang yang super sibuk memberikan pelayanan bagi orang yang hendak berpuasa, para bapak dan anak-anak.

Jujur kita akui, dalam masyarakat patriarkhi seperti di Indonesia dimana tugas domestic menjadi urusan perempuan, bulan puasa akan menambah kesibukannya. Tugas asal tidak berkurang, malah tugas lain meningkat dalam arti kuwantitas maupun kualitasnya.

Lihatlah di bulan puasa perempuan seperti biasa tetap menyapu, mencuci, jemur pakaian, memandikan anak, dsb. Bahkan di desa, perempuan masih harus memanggul beban pekerjaan di luar rumah untuk menambah pendapatan keluarga yang tidak sepenuhnya tercukupi oleh pekerjaan suami.

Sementara bagi keluarga mampu dimana tugas perempuan diambil alih oleh pembantu, tetap saja perempuan disibukkan olah pikir, memastikan apakah pekerjaan pembantunya terlaksana dengan baik atau tidak. Di sini perempuan bertindak seperti manager yang merencakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi tugas-tugas kepembantuan, sehingga bisa memastikan tak ada tugas-tugas yang tercecer apalagi tidak dilakukan.

Lalu di bulan puasa? Tugas perempuan bertambah. Beberapa jam sebelum buka, perempuan sudah mempersiapkan makanan istimewa untuk laki-laki (suami) dan anggota keluarga lainnya. Menjelang detik-detik berbuka, ritme kesibukan naik. Denting piring dan gelas,tuangan  aroma masakan dan minuman segar, kelincahan tangan menata masakan di meja terlihat rapi dilakukan perempuan.

Sementara laki-laki bersemangat merapat ke meja makan dan langsung menyantapnya ketika beduk bertalu dan adzan berkumandang. Perempuan mengalah. Memastikan orang-orang yang dilayani menemukan kegembiraan dalam masakannya. Setelah itu, baru gilirannya.

Dini hari, di tengah kaum laki-laki yang tertidur lelap menunggu makanan sahur siap dihidangkan di meja, para perempuan sudah terjaga.  Perempuan berjibaku melawan kantuk memanaskan sayur, menggoreng lauk, meracik sambal dan menata hidangan di meja makan. Pekerjaan itu dilakukan dengan sepenuh hati, ikhlas, dan penuh kegembiraan. Mengagungkan ramadhan untuk keluarga terkasih. Jauh dari pamrih dan puji. Karena laki-laki menganggap “tugas tambahan itu” memang alami.

Tapi, tak perlu iri para laki-laki, jika perempuan perkasa di bulan puasa memperoleh pahala berlimpah dari yang engkau punya. Wajar, karena ketika perempuan perkasa itu bekerja, entah kamu ada dimana.
(didedikasikan untuk ibu dan istriku)

6 Responses so far.

Anonim mengatakan...

mantap, mencerahkan Om...
*jadi inget ibu di rumah neh ;-)
http://ayikngalah.wordpress.com/

rampak naong mengatakan...

tinggal satu lagi ...inget istri..cepatan ya...

Anonim mengatakan...

hehe...
Insyaallah, Om
*saya sudah baca posting sampyan tentang "nikah dulu, baru kerja"

jadi semangat neh :-)

rampak naong mengatakan...

hi..hi...
selamat berburu

M. Faizi mengatakan...

malu rasanya. saya lelaki adalah lelaki yang malas

rampak naong mengatakan...

yang nulis juga malu ke faizi...