Posted by rampak naong - -

google
“Besok aku akan pergi,” kata seorang lelaki yang kelihatannya tertekan oleh ideologinya. Ia tak sengaja memungut ideology dari temannya yang mengajaknya untuk berjihad. Sekejab bergabung, tiba-tiba kesadaran terhapus dari memorinya.

“Pergi kemana lagi mas..,” tanya istrinya gelisah bercampur marah. “beberapa bulan kemarin tiba-tiba mas menghilang. Aku kebingungan mencari nafkah untuk sekedar menyambung nyawa. Mas menghilang justru ketika anak dalam keadaan sakit lagi, ” tambahnya.

“Diam. .!!! kamu tak tahu apa-apa tentang missi suci,” sambar lak-laki yang sebenarnya nyeri ketika ditusuk tanggung jawabnya.

“Missi suci? Missi apaan itu mas? Missi sucimu ada di sini. Berkumpul bersama keluarga dan memenuhi tanggung jawabmu sebagai seorang suami.” 

 Lelaki itu melangkah mendekat sama istrinya. Sekejab tangannya berbicara, plakkkk!!! Seketika itu juga pipi sang istri lebam berwarna merah bergambar jemari. Suara temparan itu sangat keras. Telak. Untung saja anak semata wayang, laki-laki ganteng yang baru berumur 6 tahun itu, sedang nyenyak menjemput mimpi.

Sang istri diam. Suasana sepenuhnya dalam control sang suami. Ia menundukkan kepala sambil duduk di sebuah kursi yang tak lagi empuk, karena perut kursi sudah mengeluarkan isinya. Ia coba merenungi suaminya yang tiba-tiba berubah setelah masuk dalam jaringan rahasia. Mengemban missi suci katanya. Suaminya saat ini seperti makhluk asing dengan karakter yang sangat keras. Cenderung bermusuhan sama orang yang berbeda. Bahkan siap membunuhnya jika dianggap perlu.

Ia melirik ke arah suaminya. Tapi sang suami tak ada lagi di tempat. Rupanya diam-diam ia pergi menunaikan missi sucinya. Tanpa peluk cium sama istri dan anaknya yang sedang tidur, sesuatu yang dulu sering dilakukannya.

Besoknya, sekitar jam 6 pagi ketika ia dan anaknya ada di warung sebelah untuk keperluan ngutang beras, ia dikejutkan siaran breaking news tentang bom bunuh diri seorang lelaki yang mirip suaminya. Dia terpaku. Keringat dingin mengucur. Ya, laki-laki yang sedikit hancur mukanya karena pecahan bom bunuh diri itu sangat ia kenal. Ia adalah suaminya.

Ia peluk anaknya. Kembali lagi ke rumah. Di dalam rumah ia lebih kuat memeluk anaknya. Air matanya tak bisa dibendung. Mengucur ke wajah anaknya yang menyambut tangisan ibunya dengan tangisan pula. Meski anak itu tidak tahu makna tangisan ibu dan tangisannya sendiri. Tetapi anak itu seperti merasakan, missi suci ayahnya telah menjadikannya ibunya janda muda dan ia sendiri, yatim.