Posted by rampak naong - -

www.aceshowbiz.com

Lepas dari pro-kontra terhadap penyelenggaraan Miss World di negeri kita, saya justru tertarik menyoal tirani kecantikan yang tersembunyi di balik penyelenggaraan Miss World. Suatu hasrat terselubung yang berkehendak melakukan universalisasi makna cantik dari suatu entitas kebudayaan yang mengklaim paling “adi luhung” (baca: kultur barat).

Suka atau tidak, Miss World adalah produk kultur barat. Makna kecantikan yang dihasilkan pasti juga digali dari rahim kulturnya. Sosok perempuan yang tinggi, ramping, dan sexy maknanya tidak stabil. Tentu saja kita tidak bisa dengan semena-mena mencari maknanya dalam kamus dan seketika kita memperoleh makna yang terang benderang. Makna tinggi, ramping, dan sexy dalam Miss World sudah diracik dengan selera, rasa, dan adonan kultur barat tadi.

Dengan ditopang kekuatan media, racikan itu disebar ke seluruh penjuru dunia. Miss World yang tadinya bersifat lokal dengan lokusnya kultur barat, akhirnya menjalar dan hendak diuniversalkan. Ya kira-kira semacam globalisasi kecantikan. Dan berhasil. Para perempuan dan laki-laki di penjuru lain dengan kultur yang lain pula, termangu-termangu dan diaduk-aduk makna kulturalnya tentang kecantikan. Akhirnya pelan-pelan makna kultural tentang cantik pun berubah. Sekarang tidak lagi mengacu pada selera kulturnya sendiri, tetapi merujuk pada makna cantik yang diuniversalkan Miss World.

Saya pernah membaca bagaimana makna cantik di India berubah. Dulu perempuan rada gempal dan gemuk di India dianggap cantik, tetapi ketika universalisasi kecantikan ala Miss Word yang tinggi dan ramping bergema di sana, perempuan tadi tak lagi dianggap cantik.

Kasus ini menguatkan tesis bahwa cantik bukan alami (by nature) tetapi sebenarnya dikonstruk (by design). Konstruksi makna cantik pada akhirnya bukan masalah sepele, karena dalam konstruksi itu ada tirani. Makna kecantikan di seluruh penjuru dunia diarahkan pada satu titik, tunggal, dan universal. Ya, Mengacu pada Miss World sebagai produk kultur barat. Di luar itu, tidak cantik.

Dalam perebutan makna cantik nampaknya Miss World berhasil. Bukan semata karena ditopang keperkasaan media, tetapi yang utama ada kapital di sana. Ia telah menjelma menjadi bisnis hiburan yang menjual mimpi bagi jutaan –bahkan mungkin miliaran—perempuan dan laki-laki di dunia.

Sebagai sebuah hiburan yang menjual mimi –saya sebut tirani— tentu juga melahirkan nestapa. Tak terhitung barangkali jumlah perempuan yang tidak bahagia karena kecantikannya tak semakna dengan makna cantik ala Miss World. Tak terhitung pandangan budaya di luar kultur barat yang sempoyangan bahkan redup akibat tirani kecantikan ini. sebagai sebuah tiran, Miss World benar-benar menghibur dan perkasa.

Matorsakalangkong

Pulau Garam | 4 September 2013