Posted by rampak naong - -

beritajatim.com

Surat Edaran (SE)  yang menginstruksikan pegawai di lingkungan pemerintahan daerah kabupaten Sumenep untuk menggunakan pakaian keraton menyambut hari jadi Sumenep yang ke 744, hari rabu kemarin (30/10) berlangsung sukses.
 

Meski SE ini sempat ditolak DPRD Sumenep, secara pribadi saya malah mengapresiasi. Penggunaan pakaian keraton adalah cara bupati –meski baru sebatas simbolik—untuk menghadirkan kembali identitas lokal (kemaduraan). Penegasan identitas kemaduraan ini menemukan maknanya di tengah gempuran globalisasi yang menjadikan kita linglung memaknainya.
 

Di samping memberikan apresiasi, saya harus memberikan catatan kritis. Pertama, kenapa mesti pakaian keraton?  Kenapa tidak sarong - songko’ untuk laki-laki, serta samper - kalambhi tebba’- dungkodung untuk perempuan? Pilihan terhadap simbol sarat dengan makna. Pakaian keraton menghadirkan kesan elitis. Pakaian keraton simbol kebangsawanan. Simbol ini menegasikan kedekatan, sebaliknya menegaskan jarak antara pemimpin dan rakyatnya.
 

Sementara sarong-songko’ dan samper - kalambhi tebba’- dungkodung adalah pakaian rakyat. Simbol ini menghadirkan kedekatan dengan rakyat, meski sekali lagi dalam taraf simbolik. Tetapi ketimbang pakaian keraton tentu akan lebih populis pakaian ini.
 

Kedua, sejatinya penegasan identitas kemaduraan tidak cukup sekedar melalui simbol pakaian. Secara subtansial identitas kemaduraan harus merujuk kepada kebudayaan sebagai pandangan hidup. Itulah isi. Bukan sekedar kulit.  
 

Pemerintahan Sumenep dibangun di atas peradaban santri. Geneologi raja-raja Sumenep dahulu bisa dilacak pada wali songo. Tentu ini bukan dalam arti kekeluargaan semata, tetapi meliputi geneologi keilmuan berikut peradabannya, termasuk karakter keagamaannya yang berhaluan ahlussunnah waljama’ah.
 

Peradaban santri itulah yang menjadikan Sumenep dahulu menjadi tempat belajar etika kekuasaan, misalnya orang-orang Bugis-Makassar,  sebagaimana pernah disampaikan oleh Ahmad Baso, penulis buku Pesantren Studies dalam dialog di kantor PCNU Sumenep beberapa bulan lalu. Saya meyakini, etika kekuasaan yang dikembangkan perintahan Sumenep dahulu bukan sekedar ditumpuk menjadi ilmu, teori, atau teks mati. Etika kekuasan pasti dijadikan alas bagi segenap kebijakan pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan, keadilan, dan kesejahteraan rakyatnya.
 

Di samping menjadi tempat belajar etika kekuasaan, Sumenep dahulu juga menjadi tempat orang luar belajar sastra Jawa. Raffles menulis buku the History of Java berhutang budi sama Sultan Abdurrahman sebagai irforman kuncinya. Sekelas Rafles, bule dan penjajah, “tunduk” pada Sultan Abdurrahman. Bandingkan dengan sekarang, Asing dengan mudah bisa menaklukkan Sumenep melalui eksplorasi Migas yang tak jelas sumbangannya bagi kesejahteraan warga Sumenep sendiri.  
 

Ketiga, biar lebih substantif dan  berkesimbungan, Pemda Sumenep perlu memiliki strategi kebudayaan sebagai alas membangun Sumenep. Pembangunan apapun di Sumenep harus diletakkan dalam matra kebudayaan, bukan melulu dihitung dari angka-angka ekonomis. Pembangunan yang tuna-budaya, hanya akan mengasingkan Sumenep dari identitas kuturalnya.
 

Pelibatan tokoh agama dan budayawan dalam merumuskan strategi kebudayaan sebagai alas pembangunan di Sumenep menjadi niscaya. Peradaban yang pernah dimiliki oleh pemerintahan Sumenep dahulu bisa direvitalisasi dan direaktulisasi dalam konteks kekinian.
 

Poinnya, bagaimana pembangunan dikelola untuk menjamin keamanan, keadilan, dan kesejahteraan warga Sumenep tanpa kehilangan identitas kebudayaannya. Cita ini tentu saja lebih dari sekedar penegasan identitas simbolik, seperti memakai pakaian keraton itu. Kekuasaan perlu dilandasi etika, sebagaimana dicontohkan oleh raja-raja Sumenep dahulu, agar kekuasaan tidak melayani dirinya sendiri.  |pernah dimuat di Koran Madura 3/11/13|




One Response so far.

HD Indara Maulana mengatakan...

Pimpinan Cababg LKNU Sumenep lagi, Dalam Menyambut Tahun Baru Islam 1435 H, dan Hari Jadi Kabupaten Sumenep. akan mengadakan BHAKTI SOSIAL OPERASI KATARAK GRATIS pada Tanggal 15-17 Nop[ember 2013 bertempat di RSUD H, Moh, Anwar Sumenep, Dari Pendaftar sebanyak 369 orang, setelah dilakukan discreening pada tanggal 02 Nopember 2013 bertempat di Kator PCNU Sumenep, ditetap sebanyak 116 0rang yang lulus dan sudah pasti katarak serta akan di lakukan Operasinya pada Tanggal 16-17 Nopember 2013.

Lanjutan dari kegiatan Bhakti Sosial tersebut, "Dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Nasional " pada tanggal 20 Nopember 2013 PC LKNU Kemabali akan melakukan Bhakti Sosial SUNATAN MASSAL BAGI 200 ANAK KURANG MAMPU, bertempat di Kantor PCNU Sumenep.

Kegiatan seperti ini memang menjadi kometmen PC LKNU Sumenep sebagai upaya melaksanakan program sosial dan pengabdian untuk membantu masyarakat yang kurang mampu khususnya di Sumenep.

Selain dari itu, Pimpinan Cabang LKNU Sumenep, juga sudah pernah melakukan beberapa kali kegiatan Bhakti Sosial seperti : Pengobatan Gratis Bagi 500 orang Kaum Miskin Kota pada awal Tahun 2012, Operasi Bibir Sumbing Gratis Akhir tahun 2012 dan Awal 2013, dan berhasil melakukan dua kali Tahapan Operasi Bibir Sumbing sebanyak 34 orang masyarkat kurang mampu yang terdiri dari daratan dan kepulauan.

Program lain yang bernuansa sosial kemanusiaan yaitu, adanya Posko Pendampingan Gratis termasuk Advokasi Kebijakan bidang kesehatan bagi masyarkat pengguna Kartu JAMKESMAS atau JAMKESDA ( SPM) dengan tujuan membantu memudahkan masyarakat dalam kepengurusan baik ditingkat adminitrasi atau pelayanan di Rumah sakit yang sering kebibgungan juga sering terdiskriminasi.

SALAM KESEHATAN