Posted by rampak naong - -


Mendengar banyak madrasah sejak MI, MTs, dan MA melakukan pemalsuan data siswa karena ingin menaikkan perolehan BOS, tunjangn fungsional dan jenis bantuan lainnya, saya malu. Madrasah yang dulu dikenal sangat bersahaja tetapi mengeluarkan alumni yang lengkap kecerdasan otak, emosi, dan spiritualnya kini seakan hanya cerita. UANG telah memukai dan memalingkan madrasah dari cita, prinsip, sikap dan karakternya yang sebenarnya telah teruji oleh sejarah. Hanya karena UANG madrasah telah menikam jantungnya sendiri untuk kemudian mati.

Belum lepas dari perangkap UANG, madrasah kini tidak memiliki daya berhadapan dengan negara. Pinternya negara, memberi bantuan selalu dikaitkan dengan kehendak untuk mengontrol dan mendominasi. Semakin banyak madrasah menerima bantuan, semakin banyak pula otonomi dan kemerdekaannya tergadaikan dan terkooptasi.

Boleh Anda cermati. Kurikulum yang digunakan madrasah hampir sepenuhnya lepas dari kurikulum pesantren yang melahirkannya. Madrasah kehilangan otonominya. Negara telah merebutnya. Negara merasa berhak karena sudah memberi madrasah ”permen”. Anehnya, ”permen” membuat madrasah durhaka kepada pesantren --ibu kandungnya sendiri. Tak usah kaget, jika alumni yang dilahirkannya tidak memiliki karakter sebagaimana santri dulu. Kata banyak orang, ”barokahnya” sudah dicabut.

Belum hilang malu saya, tiba-tiba ada kabar madrasah diniyah (selanjutnya MD) juga akan digelontori banyak bantuan. Syarat memperoleh bantuan, MD diharuskan memperoleh sertifikat dari Depa(k)g. Informasi yang saya peroleh, saat ini ratusan MD mengantri untuk memperoleh sertifikat dari Depa(k)g. Ini pertanda, MD sangat bersemangat untuk memperoleh bantuan. Bayangkan, APBD Jatim mengalokasikan milyaran rupiah untuk MD. Belum lagi anggaran dari APBN. Kabarnya juga akan disusul APBD kabupaten/kota.

Apakah gelontoran milyaran rupiah untuk MD itu gratis? Tentu saja tidak. Saya berharap dugaan saya salah. Tapi belajar pada madrasah formal, MD akan diperlakukan sama. MD akan terformalisasikan. MD akan tergadai. MD akan dikooptasi.

Negara yang baik hati sebagai pemberi bantuan –pada hal hak—akan menemukan pintu masuk untuk intervensi. Intervensi itu biasanya langsung pada jantung pendidikan yaitu, kurikulum MD. Jadi kurikulum MD akan sangat diwarnai oleh kepentingan negara. Sebagai koneskuensinya, MD akan terpangkas otonominya untuk menentukan kurikulumnya sendiri. Sama dengan madrasah formal, MD akhirnya akan menikam jantungnya sendiri untuk kemudian mati.

Di tengah sulitnya madrasah formal keluar dari kooptasi negara, MD bagi saya sebenarnya adalah benteng terakhir pendidikan agama. Karena hanya MD yang betul-betul otonom. MD juga bisa dikatagorikan madrasah yang berbasis komunitas. Karena tingkat partisipasi masyarakat terhadap MD sangat tinggi, sesuatu yang sekarang sulit terjadi pada madrasah formal.

Tetapi harapan saya jebol. MD sebagai benteng tarakhir pendidikan agama akan mengalami gempuran dahsyat. UANG yang dibelakangnya NEGARA. Atau Negara yang dibelakangnya UANG.

Meski tidak terlalu oprimis, saya akan berusaha untuk husnudzan. Bantuan adalah hak MD. Bukan kebaikan negara. MD silahkan menggunakannya. Tetapi jika terjadi formalisasi terhadap MD, maka MD harus menyikapinya dengan kritis.  cita, prinsip, sikap dan karakter madrasah (apalagi di bawah pesantren) yang sebenarnya telah teruji oleh sejarah, jangan sampai tergadai. Jika ini terjadi, barokah akan semakin hilang. Itupun kalau pengelola MD masih percaya barokah. Kalau saya, sepenuhnya percaya. Wallahu a’lam