Posted by rampak naong - -

www.isupolitik.com
Suara reng Madhura (orang Madura), sebagai suku terbesar keempat di Indonesia, dipastikan menjadi rebutan dua pasangan capres/cawapres pada pilpres tahun ini. Jumlah warga Madura berkisar 13 juta. Sekitar 4 juta tinggal di pulau Madura, selebihnya tersebar di luar pulau Madura.

Pertanyaannya, kemana suara reng Madhura— terutama di tingkat akar— akan berlabuh? Bagi sebagian orang mungkin pertanyaan ini mudah dijawab. Salah seorang putra terbaik Madura yang kuat pengaruhnya terutama di kalangan kelas menengah, Prof Dr Mahfud MD, menjadi ketua Tim Sukses pasangan Prabowo-Hatta. Dengan demikian, suara masyarakat Madura diyakini akan mengalir ke pasangan ini.

Tetapi analisis semacam ini terlalu sederhana. Meski pak Mahfud demikian populer di kalangan masyarakat Madura, tetapi soal pengaruh belum jaminan. Latar belakang pak Mahfud sebagai seorang akademisi yang kemudian masuk dalam dunia politik belum mampu mempengaruhi warga Madura di tingkat akar. Pak Mahfud seperti yang saya jelaskan sebelumnya hanya berpengaruh di lapisan kelas menengah.

Saya meyakini, kemana suara reng Madhura mengalir salah satunya akan ditentukan kemana para kiai berpengaruh berlabuh. Bagi warga Madura, kiai hingga saat ini masih menjadi tempat mengadukan segenap persoalan hidup, termasuk carut-marut persoalan politik. Pengaruh kyai hingga detik ini tetap tak tergantikan oleh kepemimpinan formal sekalipun. Ini sesuai dengan falsafah Madura bappa’, babbu’, guru’, rato (bapak, ibu, guru, ratu/penguasa), dimana guru (kyai) ditempatkan dalam posisi terhormat melebihi penguasa.

Dengan demikian, pasangan calon yang mampu meyakinkan para kyai akan lebih besar memperoleh dukungan dari reng Madhura. Jika dilihat dari partai pendukung dua pasangan calon, peluang untuk memperoleh dukungan besar dari reng Madhura sama-sama terbuka. Di kubu Prabowo-Hatta ada PPP, sementara di kubu Jokowi-JK ada PKB. Dua partai ini, dalam amatan saya, tetap merupakan partai yang kuat ikatan emosionalnya dengan reng Madhura. Tinggal kita melihat, partai mana yang mampu menjalankan mesin politiknya secara efektif, itulah yang akan menjadi pemenangnya.

Mayoritas reng Madhura adalah nahdliyin Bahkan begitu kuatnya kultur NU, seringkali orang luar menafsirkan NU bagi orang Madura adalah “agama”. Fakta sosiologis ini seharusnya mampu didayagunakan secara cerdik oleh kubu Jokowi-JK, karena JK sendiri adalah tokoh NU, bahkan ayah beliau merupakan salah satu pendiri NU di Makasar. Sayangnya, dalam amatan saya modal kultural ini belum dilakukan secara efektif oleh kubu Jokowi-JK.

Sementara di kubu Prabowo di samping ada PPP, juga memiliki pak Mahfud yang dikenal memiliki jaringan kuat dengan kyai-kyai di Madura. Jika mesin politik PPP jalan dan pak Mahfud mendagunakan segenap jaringannya, maka hal ini akan menjadi tantangan bagi kubu Jokowi-JK untuk mendulang suara dari reng Madhura. Satu hal yang akan menyulitkan kubu Prabowo-Hatta, dua-duanya tidak memiliki akar ideologi keagamaan yang sama dengan masyarakat Madura. Belum lagi Prabowo-Hatta disokong oleh partai yang jelas-jelas dalam banyak hal berbeda dengan NU.

Tentu selain di atas, banyak faktor yang memungkinkan capres/cawapres mendulang suara dari reng Madhura. Makin banyaknya kelompok terdidik yang bisanya lebih otonom menentukan pilihan, kekuatan-kekuatan lain seperti klebun (kepala desa), kelompok professional, birokrasi, dan kemungkinan penyelenggara pemilu yang tidak netral akan turut mempengaruhi kemenangan capres/cawapres. Tetapi yang yang menarik bagi saya, sebenarnya adu strategi untuk meyakinkan para kyai oleh dua pasangan calon yang sayangnya belum terlihat hingga saat, meski JK, Prabowo dan Mahfud MD sudah mendatangi pulau Madura. Pada hal dari sinilah pertanyaan daam tulisan ini bisa diurai.

Matorsakalangkong

Pulau Garam | 4 Juli 2014

2 Responses so far.

IMAM SUHAIRI mengatakan...

salm 2 jari keh

rampak naong mengatakan...

he..he...pasti ada calon yang gigit jari deh..

salam pak guru