Posted by rampak naong - -


Saya sungguh mendapat kehormatan diundang menjadi fasilitator “Komunitas Ibu-Ibu Pendamba Anak Shaleh” (KIPAS). Saya menaruh hormat, karena komunitas ini bagi saya unik. Saya belum menemukan di tempat lain, sebuah komunitas yang secara husus dibentuk untuk mendoakan anak dengan membaca surah Alfatihah, Surah Yasinn, dan surah Al-Insyirah. Sekali lagi memohon kepada Allah SWT dengan membaca surah di atas agar anak mereka menjadi anak shaleh.

Seperti yang saya ceritakan dalam tulisan di blog ini sebelumnya, KIPAS adalah sebuah komunitas ibu-ibu yang diadakan husus mendo’akan anak-anak. Didirikannya komunitas ini didasarkan atas asumsi bahwa situasi saat ini dipandang ibu-ibu sudah tidak lagi menyediakan lingkungan yang sehat bagi keperibadian anak. Dan ke depan situasi yang tidak sehat bukan akan berkurang, malah akan terus meninggi intensitasnya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Maka di samping usaha secara manusiawi, diperlukan juga usaha secara spiritual. Do’a dipandang sebagai usaha spiritual yang penting digalakkan. Atas dasar ini KIPAS lahir.

Anggota komunitas ini, rata-rata tamat MI/SD dan MTs/SMP. Hanya satu lulusan PT. Anak-anak mereka sebagian besar duduk di TK, sebagian lagi di MI. Tetapi semangat mereka luar biasa. Tidak saja dalam mendo’akan anak, tetapi mendiskusikan bagaimana mendidik anak yang baik dan bijak yang memungkinkan bagi mereka mewujudkan mimpinya, memiliki anak shaleh/shalehah. Setiap hari rabu/minggu mereka berkumpul mendo’akan anak. Dan setiap hari selasa/setengah bulan mereka sharing, berdiskusi tentang pendidikan anak.

Tak usah dibayangkan sharing ibu-ibu ini bertempat di hotel. KIPAS tak punya funding dan tak berniat punya. Semua pendanaan dilakukan secara swadaya. Maka sharing cukup di rumah atau di mushalla dengan duduk lesehan-melingkar . Duduk seperti ini sungguh sangat nikmat. Suasana sangat akrab, dekat, dan menyentuh. Mungkin karena komunitas ini diikat oleh kesamaan pandangan. Termasuk sama-sama gamang dan hawatir terhadap masa depan anak mereka. Tetapi pada saat lain muncul kegairahan dan optimisme menyambut masa depan anak mereka.

Baru-baru ini saya diminta untuk memfasilitasi sharing tentang ”(Bagaimana) Gambaran Anak shaleh”. Sebagai fasilitator saya hanya memandu jalannya sharing, karena diskusi ini menggunakan metodologi pendidikan andaragogi. Dalam prinsip pendidikan orang dewasa ini semua peserta bertindak sebagai subjek pembelajar. Dan sumber pembelajaran sepenuhnya dari pengalaman mereka sendiri.

Terus terang saya kesulitan memfasilitasi sharing ini. Kebetulan baru kali inilah saya menjadi fasilitator yang secara husus membincangkan anak. Pengetahuan saya yang sangat terbatas tentang anak menjadi salah satu alasan kesulitan saya memfasilitasi. Tak ada rotan, akar pun jadi. Saya harus confident .

Ketika mulai sharing, saya ajukan pertanyaan, ”gambaran anak shaleh menurut ibu-ibu apa sih?. Anak shaleh kan masih abstrak. Bisa gak sekarang kita membuat ciri atau indikatornya. Ayo siapa yang akan mulai berpendapat?”

Pada awalnya saya underestimate diskusi akan berlangsung meriah karena latar belakang pendidikan ibu-ibu yang kebanyakan lulusan sekolah dasar. Tapi “kesombongan” saya terbantahkan ketika dengan ngalir, ibu-ibu sahut menyahut berdiskusi dengan semangat tentang anak shaleh. Meski hasilnya masih sangat abstrak, tapi sebagai warming up saya anggap hasilnya luar biasa. Masih belum detailnya gambaran tentang anak shaleh bukan karena terbatasnya pengetahuan ibu-ibu. Hal ini lebih didasarkan ketidakmampuan saya memfasilitasinya.

One Response so far.

M Mushthafa mengatakan...

Sepertinya tulisan ini belum klimaks ya.. :-)