Jika Anda berkunjung ke daerah pedesaan di Sumenep, ujung timur pulau Madura, hampir dipastikan Anda akan dihidangi kopi. Inilah minuman resmi bagi tamu. Kopi, bukan teh. Jika tuan rumah tidak menghidangi Anda kopi, misalnya teh, tuan rumah seperti belum menghormat Anda. Tuan rumah akan bilang, “maaf, cuma air”.
Entahlah saya tidak tahu persis, kenapa kopi menjadi minuman kehormatan. Yang saya tahu, setiap rumah pasti menyediakan bubuk kopi, meski tuan rumah tidak pernah ngopi sekalipun. Orang Madura biasanya beli kopi bijian. Di “sangngar” (digoreng tidak pake minyak) sendiri kemudian ditumbuk /dihaluskan sendiri. Teh hanya menjadi pelengkap, disediakan bagi tamu yang memang tidak suka kopi.
Karena menjadi minuman kehormatan, orang Madura tidak akan nanya sama Anda apakah suka kopi atau teh. Jika tidak ngopi, anda sendiri yang harus bilang mau teh. Jadi pertanyaan seperti, “what do you like, coffe or tea?”, tidak dikenal dalam tradisi orang Madura. Bahkan anak kecil pun jika ikut bertamu sering disuguhi kopi juga. Dan perlu Anda tahu, minum kopi bagi orang Madura juga lintas gender. Perempuan dan laki-laki sama-sama menjadi penikmat kopi.
Pernah saya silaturrahim ke rumah teman. Karena maag saya kambuh, saya minta air saja bukan kopi. Tapi tuan rumah malah bilang, “masa cuma air?”. Akhirnya tuan rumah menyerah dengan menyediakan segelas air bagi saya. Meski saya juga menyerah karena tuan rumah menghidangi saya secangkir kopi. Lengkap. Sekali dayung, dua pulau terlampaui.
Anda bisa bayangkan. Jika bertamu dalam hitungan jam ke lima rumah, maka Anda akan minum lima cangkir kopi. Bagi saya yang kadang-kadang maag kambuh, minum banyak kopi terasa menyiksa. Suhu panas badan terasa meningkat, bahkan disertai pusing-pusing. Tetapi saya berusaha melapangkan dada dan meluaskan hati. saya tetap meminum setiap cangkir kopi itu semata-mata karena menghormati tuan rumah. Ajaib. Saya toh sehat-sehat saja. Inilah mungkin berkah dari keikhlasan tuan rumah menyajikan minuman.
Begitu istimewanya kopi bagi masyarakat Madura, kadang-kadang saya sulit memahaminya. Saya punya tetangga yang kuat sekali minum kopinya. Setiap hari rata-rata menghabiskan tiga mug ukuran besar. Di pagi hari saja sarapannya kopi. Makan nasi baru pada jam 2 siang. Bahkan di bulan puasa pun, buka pertama kali sehabis air adalah kopi. Ia baru makan setelah shalat tarawih.
Saya tidak bisa menjelaskan secara medis, karena saya tidak menguasainya. Tetapi berdasar pengalaman, dengan minum kopi hidup terasa bergairah. Semangat menyala. Rasa kantuk hilang.
Bahkan pengalaman waktu kecil, teman saya kalau lagi menghadapi ujian sekolah, malamnya belajar sambil ditemani minuman kopi yang dicampur sedikit garam. Efeknya luar biasa. Bukan saja rasa kantuk gak datang, malah sampai pagi bisa gak tidur. Sayangnya, besok di sekolah rasa kantuk baru menyerang dan mata biasanya merah.
Ada lagi yang bilang habis minum kopi, “dunia menjadi terang”. Mungkin maksudnya dengan minum kopi konsentrasi bertambah karena itu berpikir pun jadi jernih. Jadi, sehari saja orang Madura tidak ngopi pasti bilang celok (arti harfiahnya kecut, meski tidak sepenuhnya tepat).
One Response so far.
Betul, Mas. Kalau kopi itu memang ada syi'irnya, yang konon kabarnya dari Asy-syadzili. Sayang hapal samapai sekarang. Konon, di beberapa daerah di kota Sumenep, mereka menyebut "Syadili" untuk kopi.
--dan yang mungkin lupa Sampeyan bahasa dalam tulisan di atas adalah cangkirnya itu; cangkir sango.
Posting Komentar