Posted by rampak naong - -


taken from wikipidia
Waktu saya kuliah di IAIN Ciputat, ada seorang tetangga kos saya yang tanya “ kenapa sih orang Madura pake sarung melulu?”. Rupanya dia tidak sekedar melihat mahasiswa madura malam hari yang –ketika di kos-kosan—selalu pake sarung. Dia pernah sampai ke Sumenep –ujung timur pulau Madura, dimana sarung menjadi  pakaian sehari-hari.
Bagi orang Madura sarung bukan sekedar pakaian. Sarung adalah madura itu sendiri. Secara berkelakar pelawak lokal di Madura menyebut fungsi sarung melebihi ideologi. “kalaupun punya ideologi, tapi gak punya sarung, dingin dong kalau hujan”.
Memang sarung bagi orang Madura –lebih-lebih masyarakat pedesaan— melampaui fungsinya sebagai pakaian. Jika musim hujan, sarung seperti melebihi selimut. Agar sarung bisa menutupi seluruh badan sejak kaki hingga kepala, orang Madura biasanya tidur setengah  “melingkar” seperti udang, dengan sedikit memaksa menekuk badannya. Dengan cara seperti itu, cuaca dingin bisa dilawan. Di samping karena bahan sarung terbuat dari katun yang hangat, kehangatan badan terbekap oleh tutupun erat sarung yang membungkus seluruh badan.
Sarung juga identitas. Saya melihat mungkin tak ada suku (muslim) di Indonesia yang begitu setia menggunakan sarung seperti orang Madura. Bagi muslim lain, mungkin sarung yang umum hanya digunakan ketika  mau shalat. Di Madura tidak. Sarung menjadi identitas. Meski tidak bisa digeneralisir, bolehlah dikatakan sarung itu identitas kemaduraan. Wajar, jika orang Madura melakukan perjalanan dan (terpaksa) menggunakan celana, pasti di tasnya tidak lupa diselipkan sarung. Bahkan sampai sekarang, banyak sekali orang Madura yang mungkin saja tidak memiliki satu pun celana.
Saya punya seorang guru yang sungguh kesetiaannya kepada sarung luar biasa. Ketika di madrasah tempat mengajar “mewajibkan” penggunan celana, dia bilang sambil guyon, “saya tetap ya pake sarung. Habis kalau pake celana saya gatal. Kalau wajib pake celana, mending saya berhenti saja deh mengajar”, katanya sambil tertawa.
Kembali ke pertanyaan kawan saya di awal tulisan ini, yang manarik bagi saya bukan pertanyaannya. Tetapi kenapa kawan saya bertanya seperti itu(?) Jawabannya tentu tidak tunggal. Bisa jadi sekedar ingin tahu asal-usul.
Cuma saya harus menjelaskan pertanyaan itu  dalam konteks budaya kawan saya sebagai pembacanya. Ia tinggal di Jakarta. Sebuah kota yang menjadi kiblat dalam keberhasilannya mengikis semua tradisi. Tradisi itu menghambat. Tradisi jadul, kuno, norak. Tradisi itu harus dipinggirkan untuk bisa memuluskan laju modernisasi dengan budayanya yang civilized, yang baru, yang segar, yang rasional.
Jika (pemakai) sarung kemudian ditatap secara nanar, karena ia dipandang tidak –atau kurang—civilized. Ada perasaan iba, kasihan, atau pembacaaan lain yang cenderung underestimate. Pemakai tradisi pasti “megap-megap” menghadapi era modern dengan laju progres-nya, demikin mungkin dalam benaknya si pembaca.
Inilah juga yang terjadi ketika Kepala Sekolah Negeri  dibuat "gelisah" oleh sarung. Saat berkunjung ke pesantren, kasek negeri itu mengeritik guru yang bersarung sebagai "tidak disiplin". Sarung menurutnya, kurang patut dibawa mengajar ke dalam ruang kelas. Tapi ketika guru balik menanyakan, apa hubungannya antara “sarung” dengan kedisiplinan(?), kasek itu diam.
Sampai di sini saya tidak jelas, siapakah sebenarnya yang ditatap nanar? Siapa sebenarnya yang tidak beradab?
Ah..sarung ternyata bukan sekedar pakaian.

6 Responses so far.

M. Faizi mengatakan...

1. Sarung sebagai ideologi itu menurut Nardi vs Tomin dalam lawak Albadar Mahajaya tahun 1082-an. Referensinya saya ada dalam bentuk mp3.

2. Di Jember, ada komunitas Madura yagn non muslim dan--konon--tetap pakai sarung

3. Kasek negeri itu pasti tidak suka ngeblog

4. Saya juga penggemar sarung, biasanya Atlas dan Almajali. Kalau ada BHS, ya, saya terima umpan lambung

rampak naong mengatakan...

memang.....tulisan ini terinspirasi sarungnya ke faizi

Lathiyfah mengatakan...

kalau batik bisa ya jadi busana nasional dan sekarang mulai digalakkan, tapi sarung kok enggak ya?

Anonim mengatakan...

sarung enak dipakai dan perlu

kamikaze mengatakan...

biar gampang sepertinya

kamikaze mengatakan...

biar gampang sepertinya