Kematian. Adakah seseorang yang bisa menembus misterinya? Tak ada. Bahkan malaikat pencabut nyawapun kadang salah, dan “terpaksa” mengembalikan nyawa seseorang yang sudah kadung dicabutnya. Cukup, persoalan ini hanya Allah Yang Maha Tahu.
Saya sering mendengar (sekali lagi hanya mendengar), batas hidup-mati sangat tipis. Baru tanggal tanggal 14 Sepetember 2010 saya mengalaminya sendiri. Melihat dan mendampingi langsung kakak tertua saya (H. Chairul Umam) yang wafat dengan sangat cepat. Begitu cepatnya hingga saya tidak memiliki kesempatan untuk menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan saya. Kesalahan sebagai seorang adik, murid, dan “anak” (karena kakaklah yang memerankan posisi aba yang sudah 6 tahun lalu wafat).
Baru tadi rasanya..
Pagi itu, kami sekeluarga diundang acara pernikahan. Kami berangkat dari rumah sekitar jam 07.00 WIB. Saya semobil dengan kakak nomer dua dan adik serta ipar. Kami berangkat duluan. Sementara kakak tertua semobil dengan kakak nomer tiga beserta istrinya. Mereka berangkat belakangan. Kira-kira mobil kami baru menempuh 1 km perjalanan, dari belakang dengan kecepatan agak tinggi, mobil kakak menyalip. Kakak tertua sendiri yang menyetir. Sama sekali tak ada tanda-tanda kematian.
Di rumah calon mempelai laki-laki, kami disuguhi makan. Kakak juga makan sambil ngobrol dengan para undangan lain. Begitu akrabnya. Sekali lagi tak terlihat ada tanda-tanda kematian.
Kepada tamu sebelahnya kakak sempat bertanya tentang dokter yang mungkin bisa mengobati penyakit maag-nya . Penyakit ini memang sejak usia muda dideritanya. Meski terbilang akut, kakak tak peduli makanan pantangan. Terutama masakan pedas. Sambil ngobrol kakak menghisap rokok sehabis makan. Rokok adalah “menu” lain yang menjadi teman keseharian beliau.
Usai acara di rumah calon mempelai pria, sekitar jam 08.00 semua undangan naik ke mobil untuk mengantar calon mempelai pria ke rumah calon mempelai wanita. Akad nikah akan dilangsungkan di situ. Kakak kembali ke mobilnya. Kali ini bersama kakak nomer tiga, saya, dan ipar saya. Berempat. Kakak tertua sendiri yang menyetir. Lagi-lagi tak tanda-tanda kematian.
Dalam perjalanan dari calon mempelai pria ke rumah calon mempelai wanita banyak hal yang diobrolkan. Termasuk rencana jam 14.00 yang mau takziah ke kenalan beliau yang baru meningal dunia.
Kira-kira jam 08.20 kami tiba di rumah calon mempelai wanita. Satu persatu acara dilalui. Termasuk acara yang paling ditunggu yaitu pelaksanaan akad nikah. Yang memimpin akad nikah adalah KH. Warits Ilyas, pengasuh pesantren terbesar di Sumenep, yang juga guru kakak saya. Di usia muda beliau memang mondok di pesantennya . Sehabis akad dilanjutkan dengan ceramah KH. Warits Ilyas tentang makna pernikahan.
Saya duduk agak jauh dari kakak. Karena itu saya tidak tahu persis apa yang diobrolkan kakak dengan undangan lain yang duduk di sebelahnya. Terahir saya melihat kakak masih sehat dan tidak ada tanda-tanda akan wafat, ketika beliau tergopoh-gopoh mengejar KH. Warits Ilyas, guru yang sangat dihormatinya, untuk bersalaman. Kebetulan, KH. Warits Ilyas memang pamit duluan karena ada acara lain. Sementara undangan lainnya masih di tempat pernikahan untuk menunggu suguhan makan.
Sehabis bersalaman dengan KH. Warits, kakak saya kembali ke tempat duduknya. Bersila. Ketika persiapan suguhan makanan hampir rampung, di sebelah barat tempat saya duduk, ada suara rame. Refleks saya menoleh. Terahir itulah saya melihat kakak masih hidup, oleng ke kanan seperti mencari tempat sandaran kepada tamu yang duduk di sebelah kanannya.
Saya langsung berdiri, tetapi bingung mau berbuat apa. Semua undangan panik, kecuali undangan perempuan karena dipisah tabir dengan undangan laki-laki. Kontan saya langsung membuka tabir, mencari dan memberi tahu kakak ipar dan saudara-saudara saya. Semua meloncat dan berlari ke arah kakak yang digotong oleh para undangan ke mushalla yang cuma tiga meter dari tempat para undangan duduk.
Antara sadar dan panik, semua undangan menangis melihat kakak tiada daya berbaring lemah. Ada yang meminumkan air, ada yang memberi minyak kayu putih di perutnya. Saya hanya mondar-mandir tak tahu harus berbuat apa. Tak terasa air mata mengucur deras. Berhimpun dengan isak tangis semua para undangan yang baru saja bahagia menyaksikan pasangan penganten menikah.
Antara sadar dan panik saya lari ke jalan raya sampai dua kali. Memastikan orang yang akan mengantar kakak saya dibawa ke dokter . Saya yakin kakak masih (akan) hidup. Kakak digotong kembali dan dimasukkan ke mobil untuk dibawa ke dokter. Saya ikut didalamnya bersama istri kakak saya, ipar, adik, dan salah satu undangan yang tidak saya kenal.
Mobil meluncur cepat. Istri kakak saya meminta agar dibawa ke RSD sumenep yang jarak tempuhnya hampir 25 km. Saya usul agar dibawa ke puskesmas terdekat karena kakak butuh pertolongan cepat. Ahirnya mobil meluncur ke puskesmas. Ketika perawat memeriksa, kakak sudah wafat. Kemungkinan kakak sebenarnya wafat ketika sudah digotong ke mushalla di tempat pernikahan tadi.
Tangis kembali pecah. Semua yang ada di puskesmas diselimuti duka. Duka yang datang mendadak setelah kebahagian menyaksikan akad nikah. Semendadak kematian yang menimpa kakak karena sebelumya tak ada tanda-tanda akan wafat. Tetapi semua yang ada di puskesmas juga saling mengigatkan untuk sabar.
Sekitar 30 menit kemudian kakak dibawa ke rumah duka yang jaraknya sekitar 12 km dari puskesmas. Saya dan kakak nomer tiga satu mobil. Kali ini bukan kakak tertua yang menyetir. Sekarang ia berbaring dikeranda tertutup kain samper di mobil ambulan.
Batas hidup-mati betul-betul sangat tipis. Ibarat tabir, satu sisi adalah “kehidupan” sementara di sisi lainnya adalah “kematian”. Tinggal menunggu malaikat untuk menyingkap tabir. Begitu juga, batas kebahagian-kedukaan juga sangat tipis. Bahkan dalam satu lokus, kebahagian dan kedukaan saling berebut mengisi. Terkadang bercampur aduk. Tugas kita adalah menyeimbangkannya.
“Sesunguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali”
Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu. Amiin.
Selamat jalan kakakku!!!
Baru tadi rasanya...
5 Responses so far.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Turut berduka cita atas wafatnya kakanda tercinta.
Semoga segala kekhilafannya diampuni-Nya dan segala amal baiknya diterima-Nya. Amin...!!!
(Dari saudara seiman: Imron Kuswandi M.)
YA RABBI…, WAFATKANLAH KAMI DALAM KEADAAN BERSERAH DIRI KEPADA-MU
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku…,
Betapa singkatnya kehidupan dunia ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah bagi kita untuk senantiasa berhati-hati dalam menjalani kehidupan ini. Dan sudah seharusnya bagi kita untuk senantiasa berdo’a kepada-Nya. Semoga Allah senantiasa membimbing kita, sehingga kelak kita dapat mengakhiri hidup ini dengan khusnul khotimah. Amin!
Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (QS. Ali ‘Imran. 193).
"Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (QS. Al A’raaf. 126).
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al Baqarah. 201).
Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." (QS. Ali ‘Imran. 194).
Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal". (QS. Al Furqaan. 65).
"Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”, (QS. Al Mumtahanah. 4).
"Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. At Tahrim. 8).
Semoga Allah mengabulkan do’a kita. Amin!!!
terimakasih atas kunjungannya dan do'anya
Posting Komentar