Posted by rampak naong - -

sumber : google
Sepertinya Anda menyesal, pak SBY.  38 korban gunung merapi –termasuk mbah marijan—seharusnya tidak terjadi seandainya mereka berpikir rasional. “if they really heeded what the goverment had told to them, and if they thought rationally (the death toll would not be that high)”, he said (kompas.com, 03/11)
Secara lebih dramatik Anda mengaitkan kasus ini dengan “bangsa”. “This is a batter lessons for us to become a rational nation, to believe in Almighty God and identity something based on scientific knowledge.”
Ijinkan saya memain-mainkan tafsir terhadap pernyataan Anda, pak SBY. Karena pernyataan Anda dilepas ke ruang publik, maka setiap warga negara memiliki hak menafsirkan. Apalagi pernyataan Anda –sebagai sebuah teks—tidaklah final kebenarannya. Ia harus diuji oleh beragam teks lain yang kadang tumpang tindih, saling menegasikan, atau sedang bernegosiasi untuk saling bertemu.
Pertama, pernyataan Anda sebenarnya terjebak pada cara pikir oposisi biner. Ketika Anda mengatakan, “mereka” tidak rasional, di seberang sana Anda –lebih luas lagi pemerintah—adalah rasional. Begitukah?
Mari kita lanjutkan. Anda PD mengatakan rasional karena Anda (pemerintah) –dalam kasus erupsi gunung Merapi—didukung oleh pengetahuan “ilmiah” (sains). Sementara “mereka” mendasarkan pengetahuannya pada “mitos(?)”. Karena mitos, pengetahuan “mereka” tidak benar (atau bahasa Anda: tidak rasional).
Bagaimana kalau saya sandingkan dengan “teks lain”. Tentu Anda masih ingat, ketika beberapa tahun lalu, pemerintah –berdasar pengetahuan ilmiah—ngotot mengevakuasi penduduk sekitar gunung Merapi karena diyakini akan meletus.  Tetapi mereka berpendapat lain, dan faktanya mereka yang Anda bilang tidak rasional, ternyata benar, bukan?
Kedua, siapa sebenarnya yang Anda maksud “mereka”, pak SBY. Semua penduduk sekitar gunung Merapi, atau 38 korban? Saya justru ingin liar memainkan tafsir di sini. Ketika Anda bilang “mereka”, saya kok yakin yang ada di benak Anda, adalah mbah Marijan. Asumsi saya sederhana. Karena mbah Marijan ikon utama gunung Merapi. Bukan karena dia kebetulan juru kunci. Dia adalah “mitos” itu sendiri yang berdiri nanar dan berani melawan “pengetahuan rasional”. Bagi Anda mungkin dia salah. Tetapi bagi masyarakat banyak, dia pahlawan. Di sini saya justru balik bertanya, dalam konteks kepahlawanan, siapakah sebenarnya yang “mitos”?
Ketiga, dalam konteks peringatan yang tidak didengar, bagi saya bukan hanya sekedar karena “mereka” tidak rasional. Penolakan mereka justru tusukan bagi jantung pemerintahan Anda. Saya melihat –bukan hanya dalam kasus ini—pemerintahan Anda kurang berwibawa. Masyarakat sepertinya hilang kepercayaan karena para elitnya tak kunjung selesai bertikai. Bahkan abai terhadap cita-cita menyejahterakan mereka. Bukankah penolakan mereka justru rasional, pak SBY?    
Keempat, penyandingan Anda untuk mengimani Tuhan di satu sisi, dan mengidentifikasi “sesuatu” atas dasar pengetahuan rasional, faktanya tidak selalu indah. Rasionalisme tidak selalu bersandingan dengan spiritualisme. Bahkan dalam banyak hal, saling menjauh. Belum lagi, atas nama “pengetahuan rasional” nestapa kemanusian dan lingkungan tak terhitung jumlahnya.
Kelima, rasional seperti apakah yang anda maksudkan, pak presiden? Saya jadi inget Habermas, jangan-jangan rasional yang Anda maksudkan adalah “rasio instrumental”. “Rasio tukang” yang menjadi alat menampung keserakahan manusia tanpa ujung.
Terahir pak SBY, saya sebagai warga lebih menginginkan para elit bangsa ini menjadi pemimpin yang inspiratif dan tahu kemana orientasi bangsa ini akan dibawa. Bukan malah bertikai dan abai terhadap cita kesejahteraan rakyatnya. Bukankah sikap seperti ini yang paling tidak rasional, pak presiden?
Sumenep, 05 november 2010