Posted by rampak naong - -

kompas. com
Sejak jam 10.00 pagi ini (sampai tulisn ini saya selesaikan) TVone menyiarkan secara live kunjungan Tim PSII ke rumah politisi Golkar, Aburizal Bakri. TVone yang merupakan milik bos pemilik perusahaan Lapindo itu, meliput besar-besaran kunjungan itu. Satu peristiwa yang saya pikir baru kali ini dilakukan oleh politisi Indonesia. Biasanya, para atlet yang berprestasi paling-paling menjadi tamu kehormatan negara.

Wajar jika saya mengajukan pertanyaan, ada kepentingan apakah ini? Saya menafsirkan kunjungan ini bukan sebatas karena kebetulan pak bakri gila bola. Ada hidden agenda. Setidaknya kunjungan ini bisa dimaknai sebagai perebutan tanda, simbol, makna, citra, dan image di tengah eufeoria masyarakat Indonesia yang tengah “mabok kepayang” timnas. Satu kejelian yang dimanfaatkan politisi, sebagai aktor dunia "the art of possibility itu.

Dalam liputan secara live itu, saya melihat nordin halid dan petinggi PSII serta hampir semua pemain timnas. Tetapi saya tidak melihat Alfred Riedl. Meski ia diwawancarai secara tele bersama Rajagopal, pelatih Malaysia. 

Ingat Nordin juga politisi yang kebetulan gila bola. Bukan gila bola yang kebetulan politisi. Sama dengan pak bakri, nordin memiliki kejelian luar biasa untuk memain-mainkan citra, di tengah tuntutan mundur yang disuarakan sopporter sepakbola Indonesia.

Dalam wawancaranya, nordin mengklaim sukses timnas maju ke final merupakan buah dari proses panjang pembinaan PSII. Mereka yang tampil merupakan gemblengan dari liga Indonesia sejak lama. Jadi, di sini nordin menggeser wacana yang selama ini berkembang, bahwa sukses tim psii tak ada hubungannya dengan nordin dan PSII. Didukung media TVone yang memiliki jangkauan luas, tentu wacana nordin seolah-olah lebih “absah” di hadapan pecinta bola.

TVone sebagai TV milik politisi tentu tak akan mudah menurunkan berita secara otonom. Ada kekuatan tak tampak yang akan selalu menggiring kebijakan pemberitaan. Tetapi TVone “cerdas”. Psikologi masyarakat Indonesia yang  “mabuk kepayang”  timnas dimanfaatkan untuk menaikkan rating, mensupport bosnya, dan memberi  jalan lapang bagi nordin untuk menaikkan citra.

Tapi tolong...jangan politisasi timnas indonesia. Muak saya.