Dari mana masalah bangsa ini akan diselesaikan? Itulah pertanyaan yang sering saya temui ketika bincang-bincang tentang ruwetnya hidup di “negara abai” ini. Nampak sekali pertanyaan ini menyiratkan keputusasaan. Menyemburkan kekecewaan. Mentok. No way out.
Ketika berbicara berapi-api dalam susasana santai atau di forum resmi, pertanyaan itu kembali meneror. Seketika itu juga wajah-wajah yang tadinya bersemangat mendadak pucat. Seperti kumpulan pesakitan yang tinggal menunggu ajal.
Rakyat sepertinya jengah tak juga melihat terang. Para pemimpin selalu salah urus mengelola bangsa ini. Tak ada tanggungjawab, moralitas, etika, empati. Kecuali sibuk bertikai atau bersolek untuk kepentingan citra.
Secara telanjang rakyat menyaksikan, bagaimana pemimpin bangsa ini mengurus (korban) bencana sejak wasior, mentawai, dan terahir merapi. Tak sigap. Selalu lambat. Atau lemah koordinasi. Atau bagaimana pemimpin bangsa ini membereskan epedemi korupsi. Menyikapi gurita privatisasi. Sampai menyelesaikan kesengsaraan TKW di luar negeri. Semua disikapi di permukaan. Tanpa pernah menyentuh ke akar.
Sungguh saya menyaksikan, rakyat kehilangan rasa percaya. Tak ada lagi trust itu. Mereka seperti hidup di sebuah negara yang tidak memiliki pemimpin. Betul setiap hari mereka tetap beraktivitas. Karena bagaimanapun kehidupan tak boleh berhenti. Tetapi ketika melakukan aktivitas pun, mereka gamang. Jangankan merajut mimpi bersama sebagai sesama anak bangsa. Bermimpi sendiri sepertinya sudah tidak bisa.
Bangsa ini bukan sekedar lokus dimana setiap jengkal tanahnya dihuni oleh orang-orang yang tidak saling terhubung imaginya. Jika cara pikirnya seperti ini, suatu saat bangsa ini pasti bubar. Tapi faktanya jika kita lihat sudah mengarah ke situ. Semua bertindak sendiri-sendiri. Atas nama kepentingan sendiri. Atas nama kelompok sendiri. di tengah pertarungan atas nama itu, rakyat kecil yang paling merasakan dampaknya.
Maka segera bangsa ini butuh pemimpin yang inspiratif bukan pesolek. Pemimpin isnpiratif yang saya maksudkan adalah pemimpin yang inspiratif dalam merumuskan,berkomunikasi, dan menggalang tindakan.
Pertama, pemimpin inspiratif yang dibutuhkan adalah pemimpin yang bisa merumuskan strategi kebudayaan, kemana bangsa ini akan berjalan. Tahu arah. Tahu road map. Sekedar ilustrasi, jika tahu arah dan road map, tentu persoalan TKW di luar negeri tidak selesai denga punya HP, kan?
Setelah jelas arahnya, pemimpin inspiratif sanggup mengomunikasikan kepada rakyat sehingga rakyat tahu kemana arah bangsa ini mau dibawa. Yakinkan mereka bisa memahaminya. Syukur kalau ini memancing gairah dialog di ruang publik. Dialog tentang arah dan orientasi bangsa. Dialog tentang strategi kebudayaan. Tentu ini membutuhkan kemampuan komunikasi politik yang luar biasa. Bukan basa-basi.
Seterusnya, pemimpin inspiratif mampu menggalang kebersamaan untuk bertindak. Dan mereka sendiri yang pertama menjadi teladan. Jadi pemimpin inspiratif tidak kekeringan gagasan untuk membangun asa, harapan, dan mimpi kepada rakyatnya, bahwa semua itu masih ada. Dan itu akan terwujud jika ada kebersamaan untuk bertindak. Di sini lagi-lagi meminta ketauladan tindakan pemimpin. Ketauladanan adalah kata kunci untuk mengembalikan trust yang saat ini terus melorot hingga ke titik nol.
Jadi, pertanyaan “Dari mana masalah bangsa ini akan diselesaikan” tidak akan muncul lagi. Karena semua tahu strategi kebudayaannya yang akan memberi arah, road map, dan orientasi untuk bertindak bersama. Membangun imagi bangsa yang dibayangkan, yang diimagikan, dalam tindakan bersama. Semoga.
Posted by rampak naong
-
-
Posting Komentar