kompas.com |
Begitupun kematian Adjie Massaid. Sangat cepat. Tak ada yang menyangka anggota DPR RI yang gagah ini meninggal secepat itu. Apalagi setelah bermain futsal, salah satu olahraga kegemarannya. "Peristiwanya begitu cepat dan kami semua masih belum percaya ini terjadi," kata Ridhwan, Staf Bidang Media Angelina Sondakh (baca di sini ).
Ya itulah kematian. Seakan siaga menyergap di manapun kita berada. Kapan saja. Di rumah, di jalan, ketika duduk, ketika di podium, saat sendiri, atau di hadapan banyak orang. Tak peduli tua-muda. Karena kematian sendiri melampaui batas-batas usia. Bahkan batas sehat-sakit menurut ukuran medis. Kadang orang diyakini sehat, justru meninggal. Kadang sudah divonis akan meninggal, malah sehat. Selalu ada misteri yang tidak bisa ditembus oleh ilmu pengetahuan tercanggih sekalipun.
Kematian memang misteri. Sebagai sebuah misteri, tentu tidak begitu jelas wujudnya. Tetapi pasti terjadi. Karena misteri itu pulalah terkadang kita begitu takut sama kematian. Selalu terkesiap ketika bicara kematian. Bahkan saya punya seorang teman, kebetulan anggota DPRD, yang dihantui perasaan mau mati. Sungguh bagi dia begitu menyiksa. Karena aktvitas apa pun yang dilakukan, perasaan mau mati itu selalu hadir. Ya..semacam perasaan was-was dan kekhawatiran yang berlebih bahwa kematian akan segera menjemputnya. Belum lagi kalau dihantui kehidupan paska kematian. Terus menyita pikiran, sehingga diri kita seakan tidak mengada. Tidak berjejak.
Karena kematian memendam misteri, Ada juga yang menanggapinya dengan dingin. Sangat dingin. Seolah kita akan hidup lama. Seolah kematian masih jauh. Terkadang karena demikian PD-nya kita sendiri lupa bahwa di dunia ini ibarat jedah sesaat sambil meminum air untuk melanjutkan ziarah panjang hingga paska kematian.
Mungkin idealnya, kehidupan-kematian disikapi secara seimbang. Keseimbangan akan menjaga kita untuk tidak terjebak dalam sikap ekstrem. Baik sikap ekstrem seolah kita akan hidup selamanya, atau sikap ekstrem yang memenuhkan kesadaran kita dengan kewaswasan akan kematian, sehingga kita tidak bisa berkaktivitas di bumi.
Meninggalnya mas Adjie secara mendadak dalam usia muda, 43 tahun, membuat semua yang mendengarnya tidak percaya. Baru kemarin rasanya pria yang menjadi manajer timnas usia 23 tahun ini menyunggingkan senyum ramahnya. Tak ada tanda-tanda akan meninggal. Meski kita kehilangan mas Adjie yang meninggal dalam usia produktif, tetapi Allah lebih tahu terhadap kebaikan mas Adjie sendiri. Dengan kasih sayang-Nya mas Adjie dipanggil menghadap-Nya. Pasti, apa yang telah dilakukan mas Adjie untuk kepentingan bangsa dan masyarakat banyak akan memperoleh balasan yang setimpal dari Allah. Sebagai manusia tentu mas Adjie pernah berbuat khilaf. Karena tak ada gading yang tak retak.
Allahumaghfirlahu warhamhu. Selamat jalan mas Adjie.
Posting Komentar