diunduh dari google |
Seperti yang saya jelaskan dalam posting sebelumnya, saya mulai mendongeng sejak anak berumur 2 hingga berumur 4,5 tahun. Ketika berumur 4,5 tahun anak saya sudah masuk TK dan sudah mulai belajar membaca. Ketika sudah lumayan bisa membaca, saya pelan-pelang berhenti mendongeng.
“dongeng dong ba..,” pinta anak saya.
“Lha kan sekarang sudah bisa baca sendiri,” jawab saya.
Akhirnya saya mengajak anak saya ke toko buku. Saya memilihkan buku cerita yang sesuai dengan perkembangan usianya. Karena di kota saya belum ada toko buku yang lengkap, terkadang saya harus mesan sama adik yang ketika itu masih kuliah di Malang.
Awal membaca sendiri buku-buku cerita, anak saya butuh waktu yang cukup lama menyelesaikannya. Maklum saja, membaca-nya waktu itu masihbelum lancar. Buku cerita yang tipis saja, ia habiskan berhari-hari. Ia membaca buku cerita dengan semangatnya, meski terbata-bata.
“dongeng dong ba..,” pinta anak saya.
“Lha kan sekarang sudah bisa baca sendiri,” jawab saya.
Akhirnya saya mengajak anak saya ke toko buku. Saya memilihkan buku cerita yang sesuai dengan perkembangan usianya. Karena di kota saya belum ada toko buku yang lengkap, terkadang saya harus mesan sama adik yang ketika itu masih kuliah di Malang.
Awal membaca sendiri buku-buku cerita, anak saya butuh waktu yang cukup lama menyelesaikannya. Maklum saja, membaca-nya waktu itu masihbelum lancar. Buku cerita yang tipis saja, ia habiskan berhari-hari. Ia membaca buku cerita dengan semangatnya, meski terbata-bata.
Begitu asyiknya, kadang ia duduk kemudian tidur, duduk lagi, tidur lagi hanya untuk menghabiskan buku cerita yang tipis. Tetapi saya melihat ia begitu enjoy menikmatinya. Kadang-kadang saya “tidak tega” melihat ia mengeja kata perkata buku ceritanya, “su..su..atu hari….”
Seiring bertambahnya umur, membacanya juga semakin cepat. Buku cerita yang dibaca juga makin tebal dengan alur cerita yang makin kompleks. Di saat buku ceritanya habis, saya bahkan meng-kliping cerita pendek di Harian Kompas yang biasanya terbit di Kompas minggu.
Ketika kelas 1 MI, di perpustakaan madrasah banyak tersedia buku cerita. Tanpa disuruh ternyata ia selalu mengunjungi perpustakaan madrasah dan meminjam buku untuk dibaca di rumah.
Diantara banyak buku yang ia seing ia pinjam, ada buku yang menarik bagi saya. judul buku ceritanya, “GEBORA (geng bola gembira). Buku ini bercerita tentang persahabatan anak-anak desa di Kalimantan sana yang kebetulan hobi main sepakbola. Anak-anak yang tergabung dalam GEBORA ini berasal dari suku dan agama yang berbeda. Ada dari suku dayak, Madura, jawa, sunda, bugis, dan batak. Ada tokohnya yang beragama Islam, Kristen, dan katholik.
Buku cerita ini dibuat berseri. Hampir seri buku cerita bergambar sudah dibaca sama anak saya. saya sangat senang, karena buku ini membawa pesan hidup damai dalam perbedaan. Setidaknya anak saya melalui buku bacaan ini mengalami apa makna tasamuh (toleransi).
Saya berkesimpulan, kegemaran anak saya membaca adalah buah dari kegiatan mendongeng. Inilah saya pikir manfaat yang tak terbantahkan dari kegiatan mendongeng. Bahkan hasil tabungan anak saya, pasti ia sisihkan untuk membeli buku cerita. Tanpa disuruh. Tanpa dipaksa.
Masihkah Anda ragu sama kegiatan mendongeng???
Seiring bertambahnya umur, membacanya juga semakin cepat. Buku cerita yang dibaca juga makin tebal dengan alur cerita yang makin kompleks. Di saat buku ceritanya habis, saya bahkan meng-kliping cerita pendek di Harian Kompas yang biasanya terbit di Kompas minggu.
Ketika kelas 1 MI, di perpustakaan madrasah banyak tersedia buku cerita. Tanpa disuruh ternyata ia selalu mengunjungi perpustakaan madrasah dan meminjam buku untuk dibaca di rumah.
Diantara banyak buku yang ia seing ia pinjam, ada buku yang menarik bagi saya. judul buku ceritanya, “GEBORA (geng bola gembira). Buku ini bercerita tentang persahabatan anak-anak desa di Kalimantan sana yang kebetulan hobi main sepakbola. Anak-anak yang tergabung dalam GEBORA ini berasal dari suku dan agama yang berbeda. Ada dari suku dayak, Madura, jawa, sunda, bugis, dan batak. Ada tokohnya yang beragama Islam, Kristen, dan katholik.
Buku cerita ini dibuat berseri. Hampir seri buku cerita bergambar sudah dibaca sama anak saya. saya sangat senang, karena buku ini membawa pesan hidup damai dalam perbedaan. Setidaknya anak saya melalui buku bacaan ini mengalami apa makna tasamuh (toleransi).
Saya berkesimpulan, kegemaran anak saya membaca adalah buah dari kegiatan mendongeng. Inilah saya pikir manfaat yang tak terbantahkan dari kegiatan mendongeng. Bahkan hasil tabungan anak saya, pasti ia sisihkan untuk membeli buku cerita. Tanpa disuruh. Tanpa dipaksa.
Masihkah Anda ragu sama kegiatan mendongeng???
Posting Komentar