goggle |
Saya sadar, kemauan belajar menulis tidak lahir tiba-tiba. Saya berkesimpulan pasti ada hubungannya dengan kegiatan mendongeng yang saya dan istri lakukan menjelang tidur ketika masih usia dini.
Di samping mendongeng mampu membangun imaginasi anak, mendongeng juga memberi pembendaharaan kata yang kaya untuk menjadi bekal, bagaimana anak menyampaikan pendapat, baik lisan dan tulisan. Kekayaan pembendaharaan kata pada dasarnya menunjuk pada kekayaan pengalaman dan pengetahuan. Semakin banyak pembendaharaan kata yang dimiliki anak, semakin luas pula pengalaman dan pengetahuan si anak.
Satu hal lagi, kegiatan mendongeng ternyata mengajari anak untuk berpikir runtut. Gaya narasi yang ada pada dongeng memungkinkan anak untuk memahami alur cerita yang apik dengan logika yang tertib. Sejak permulaan cerita yang biasanya datar, berlanjut pada konflik, dan berakhir dengan happy ending. Cara pikir yang runtut itu tak perlu diajarkan, karena secara inheren memang ada pada dongeng.
Berpikir runtut ini ternyata sangat bermanfaat ketika anak mulai belajar menulis. Ia, misalnya ketika menulis pengalamannya, dengan sendirinya akan dipengaruhi oleh dongeng yang didengar dan dibacanya. Inilah pengalaman yang saya peroleh dari anak saya.
Suatu hari saya iseng meminta anak pertama saya yang saat ini masih duduk di kelas 2 MI, untuk menulis pengalamannya ketika ia diajak ummi dan mbahnya ke suatu daerah yang lumayan jauh dari rumah saya. Awalnya saya berpikir ia pasti tidak mau, karena respon terhadap permintaan saya biasa saja.
Beberapa hari kemudian saya kaget. Ketika ia berangkat sekolah, secara tak sengaja saya menemukan karangannya yang ia tulis di bukunya. Saya mengira, ia tidak akan menulis. Ternyata diam-diam ia menulis juga.
Saya baca tulisannya. Tak penting bagi saya, apakah tulisannya bagus atau jelek. Tetapi yang membanggakan saya ia sudah senang menulis. Satu hal lagi, dalam tulisan pertamanya saya menemukan keruntutan ceritanya. Ini berarti, dongeng yang ia dengar dan buku cerita yang ia baca sangat mempegaruhi tulisannya.
Inilah cerita yang ia tulis ketika ia masih duduk di kelas 1. Maaf saya tulis di sini apa adanya, cuma sedikit penjelasan “dalam kurung”. Mohon maaf bagi Anda yang membaca mungkin sulit memahami konteks ceritanya. Karena anak saya menulis memang tidak memahami konteks cerita. Barangkali di samping karena ketidakmampuan, ia menulis cerita lebih untuk dirinya sendiri. Nah…begini ceritanya :
Cerita Pergi Ke Guluk-Guluk
Waktu aku sekolah jam setengah sembilan aku dipanggil sama om wares. Terus om waris ke kantor. Aku pulang sendiri. Terus aku buru-buru ganti baju. Terus aku pergi naik sepeda motor. Aku diantar sampai mesjid agung.
Beberapa jam kemudian ada dromben (maksudnya drum band) lalu adek saya terbangun karena ada dromben terus adik melihat dromben bersama ummi terus di belakangnya ada kemanten ada yang tempat duduknya burung, ada tempat duduknya naga. Terus bibi dan paman bawa mobel (maksudnya mobil). Mobelnya bau embek.
Waktu sampai setengah sebelas aku pindah ke belakang. Di depan diganti adek saya. saya sampai ke guluk-guluk jam sebelas pas. Aku ketemu sama bak ela. Aku lihat bukunya buku orji. Terus aku dibelikan buku orji.
Aku ke rumahnya Nyainya (maksudnya, Nyai pengasuh pesantren), aku makan bersama ummi. Selesai makan aku pulang bersama bak ela. Naik mobelnya bibi. Aku ke rumahnya pak Panji. Pak Panji kecelakaan luka parah. Beberapa jam kemudian aku pulang. Aku ke rumahnya mbah Cun. Aku dipeluk-peluk sama mbah Cun. Waktu aku mau pulang aku dibawain makanan sama mbah Oet (maksudnya suaminya mbah Cun), nasinya ngambil satu.
Itulah tulisan pertama anak saya. Sekali lagi saya percaya, kemauan ia untuk belajar menulis tidak datang tiba-tiba. Saya berkesimpulan, hal ini dikarenakan kegiatan mendongeng yang memang rutin kami lakukan ketika ia masih berusia dini. Barangkali dari pengalaman saya bisa menjadi tips bagaimana agar anak senang menulis. Ketika masih kecil (2-4 tahun) seringlah mendongeng. Ketika ia berumur 5-6 tahun ia tidak akan lagi menjadi pendengar tetapi ia akan menjadi pembaca. Ia akan membaca secara mandiri buku ceritanya. Setelah menjadi pembaca, ia akan belajar untuk menulis. Tentu ini membutuhkan kesabaran untuk terus mendorong ia senang menulis.
Jadi, masihkah Anda ragu akan kekuatan mendongeng?
Posting Komentar