Dalam suasana perayaan Kesaktian Pancasila yang jatuh pada tanggal 1 Juni kemarin, hari ini (2/6) masyarakat di akar rumput justru merayakannya dalam wujudnya yang riil. PCNU Sumenep –melalui Lembaga Kesehatan NU/LKNU—dan Gereja Kristen Indonesia Satelit Darmo Surabaya mengadakan aksi kemanusiaan berupa pengobatan gratis bagi 500 warga miskin di kabupaten Sumenep.
Dalam kegiatan ini, saya menyaksikan Pancasila tidak mati. Kebersamaan dalam perbedaan masih bisa dirajut. Indonesia yang dalam reaitasnya memang majemuk telah menyepakati Pancasila sebagai titik temunya. Pancasila dianggap sebagai bentuk final sebagai ideology kebangsaan yang diyakini akan menjaga anyaman kemajemukan masyarakatnya.
Kegiatan ini tak mungkin tercipta jika masing-masing pihak tidak menyediakan ruang yang memungkinkan ketemu. Rupanya ‘kemanusiaan’ menjadi kata kunci yang memungkinkan kerjasama ini berlangsung. Selalu ada titik temu dalam perbedaan tanpa harus mengorbankan perbedaan itu sendiri.
Kegiatan ini –yang dilaksanakan di kantor NU Sumenep ini—melibatkan 30 tenaga medis yang didatangkan oleh GKI Satelit Darmo Surabaya. Yang membanggakan rata-rata usia mereka masih muda. Sementara LKNU sebagai mitra yang menyiapkan akomudasi dan konsumsi serta menyiapkan 500 warga miskin juga diurus oleh kaum muda. kenyataan ini menepis anggapan bahwa kaum muda saat ini banyak yang careless. Tidak. Masih banyak anak muda yang peduli. Masih banyak anak muda yang tulus berbagi. Satu tanda, bahwa masa depan Indonesia tidak sesuram yang kita kira.
Saya menyaksikan mereka berbaur dalam aksi kemanusian. Mengangkat kursi, meja, obat, bingkisan, mendaftar peserta, dan menyiapkan ruang praktek secara bersama tanpa rikuh apalagi gagap hanya karena berbeda. Satu pemandangan yang menyejukkan di tengah konflik atas nama perbedaan yang masih terjadi di belahan negeri ini.
Kegiatan ini saya anggap sebagai siasat dari masyarakat akar rumput keluar dari perbincangan Pancasila di level abstrak. Atau dari praktek peminggiran Pancasila yang dilakukan oleh para elit melalui tindakan korupsi serta kbijakan yang abai terhadap rakyatnya. Boleh juga disebut kebersamaan merayakan Pancasila ini sebagai sindiran atas konflik social yang merebak dimana-mana. Ya semacam pengingat bahwa kita saudara sebagai sesama anak bangsa.
Posting Komentar