m mushthafa |
Poligami. Inilah kata yang sarat emosi, lebih-lebih pada istri dan anak-anak. Sudah tak terhitung jumlahnya istri yang belingsatan gara-gara suaminya poligami. Sudah tak terkira dahsyatnya amuk poligami yang menjadikan rumah tangga linglung bahkan ambruk. Poligami diam-diam disuka oleh laki-laki, tapi melukai istri dan anak-anaknya. Don’t try at home.
Tapi tenang, ada poligami yang aman buat laki-laki. Cara ini bisa dilakukan dengan terang-terangan dan terbuka. Tak perlu takut. Kalau keranjingan paling-paling “disemprot” oleh istri gara-gara menggoyangkan sendi-sendi perekonomian keluarga. Atau dicemberuti istri ketika berduaan dalam kesunyian penuh gairah.
Poligami dengan siapakah itu? Buku. “Istri kedua saya, buku,” kata Ulil, pendiri JIL, dalam sebuah waawancara entah saya lupa di media cetak mana. Kemarin, ketika saya bertemu dengan Asy’ari Khatib, penerjemah produktif (sudah ada 23 judul buku yang diterjemah) dalam kegiatan “Temu Guru Penulis” di SMA 3 Annuqayah Sumenep, dia mengucapkan kalimat yang sama, “buku adalah istri kedua saya.”
Mendengar itu saya hanya manggut-manggut. Level orang yang menjadikan buku sebagai istri kedua, tentu tidak main-main. Saya membayangkan mereka memperlakukan buku dengan penuh kasih sayang. Buku diposisikan sebagai “person” yang bernyawa. Diajak berbicara, berdialog, berdebat, bahkan bertengkar. Pada perjumpaan yang menegangkan bahkan mungkin ditinggal. Tetapi pada saat yang sama, ia kembali terperangkap pada lirikan genit buku lain.
Ibarat orang yang selalu terganggu libidonya, pecinta buku akan terpesona melihat buku baru. Hatinya bergetar ingin memilikinya. Ia terkadang melupakan persediaan sembako di dapur atau mungkin persediaan susu anaknya. Kemolekan buku telah membuatnya lupa segalanya.
Berdiri, duduk, telentang sambil tiduran, atau tengkurap sekalipun, buku selalu menemaninya. “Bahkan maaf, ke WC pun saya membawa buku,” kata Asy’ari Khatib kepada peserta diskusi buku. Entahlah, apa istri mas Asy’ari cemberut melihat “istri nomer duanya” itu diperlakukan dengan manjanya?
Kemarin, saya memperoleh “dua istri baru” secara gratis. Tak perlu pakai maskawin. Satu bernama “10 Bulan Pengalaman Eropa”, satunya bernama “Taubat itu Nikmat”. Saya menerimanya langsung dari orang yang melahirkannya, M Mushthafa dan Asy’ari Khatib. Saat ini bersama mereka, saya bergiat melakukan gerakan literasi dengan menyemarakkan membaca dan menulis bagi guru dan siswa.
Nah, bagi Anda yang ingin “poligami”, silahkan menikah dengan buku. Ini juga berlaku bagi istri yang ingin “bersuami baru”. Tapi jika uang belanja tekor, jangan salahkan saya.
Matorskalangkong
Pulau Garam | 22 Maret 2013
Posting Komentar