diunduh dari google |
Jujur kita akui, dalam masyarakat patriarkhi seperti di Indonesia dimana tugas domestic menjadi urusan perempuan, bulan puasa akan menambah kesibukannya. Tugas asal tidak berkurang, malah tugas lain meningkat dalam arti kuwantitas maupun kualitasnya.
Lihatlah di bulan puasa perempuan seperti biasa tetap menyapu, mencuci, jemur pakaian, memandikan anak, dsb. Bahkan di desa, perempuan masih harus memanggul beban pekerjaan di luar rumah untuk menambah pendapatan keluarga yang tidak sepenuhnya tercukupi oleh pekerjaan suami.
Sementara bagi keluarga mampu dimana tugas perempuan diambil alih oleh pembantu, tetap saja perempuan disibukkan olah pikir, memastikan apakah pekerjaan pembantunya terlaksana dengan baik atau tidak. Di sini perempuan bertindak seperti manager yang merencakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi tugas-tugas kepembantuan, sehingga bisa memastikan tak ada tugas-tugas yang tercecer apalagi tidak dilakukan.
Lalu di bulan puasa? Tugas perempuan bertambah. Beberapa jam sebelum buka, perempuan sudah mempersiapkan makanan istimewa untuk laki-laki (suami) dan anggota keluarga lainnya. Menjelang detik-detik berbuka, ritme kesibukan naik. Denting piring dan gelas,tuangan aroma masakan dan minuman segar, kelincahan tangan menata masakan di meja terlihat rapi dilakukan perempuan.
Sementara laki-laki bersemangat merapat ke meja makan dan langsung menyantapnya ketika beduk bertalu dan adzan berkumandang. Perempuan mengalah. Memastikan orang-orang yang dilayani menemukan kegembiraan dalam masakannya. Setelah itu, baru gilirannya.
Dini hari, di tengah kaum laki-laki yang tertidur lelap menunggu makanan sahur siap dihidangkan di meja, para perempuan sudah terjaga. Perempuan berjibaku melawan kantuk memanaskan sayur, menggoreng lauk, meracik sambal dan menata hidangan di meja makan. Pekerjaan itu dilakukan dengan sepenuh hati, ikhlas, dan penuh kegembiraan. Mengagungkan ramadhan untuk keluarga terkasih. Jauh dari pamrih dan puji. Karena laki-laki menganggap “tugas tambahan itu” memang alami.
Tapi, tak perlu iri para laki-laki, jika perempuan perkasa di bulan puasa memperoleh pahala berlimpah dari yang engkau punya. Wajar, karena ketika perempuan perkasa itu bekerja, entah kamu ada dimana.
(didedikasikan untuk ibu dan istriku)
6 Responses so far.
mantap, mencerahkan Om...
*jadi inget ibu di rumah neh ;-)
http://ayikngalah.wordpress.com/
tinggal satu lagi ...inget istri..cepatan ya...
hehe...
Insyaallah, Om
*saya sudah baca posting sampyan tentang "nikah dulu, baru kerja"
jadi semangat neh :-)
hi..hi...
selamat berburu
malu rasanya. saya lelaki adalah lelaki yang malas
yang nulis juga malu ke faizi...
Posting Komentar