Pengalaman saya mendongeng bagi anak betul-betul dahsyat. Dongeng saya ibaratkan seperti kekuatan sihir yang membawa imaginasi anak ke dunia antah berantah. Dongeng telah memungkinkan anak mengembangkan kreativitas tanpa batas. Kreativitas penuh warna.
Berdasar banyaknya pendapat bahwa mendongeng itu penting, saya mencoba mendongeng bagi anak pertama saya sejak usia 2 tahun. Setiap anak hendak tidur malam, saya sempatkan mendongeng. Begitulah hingga mendongeng menjadi aktivitas rutin saya di malam hari.
Saya tidak tahu pasti, bagaimana dunia imaginasi anak saya mempersepsikan dongeng yang saya kisahkan. Tapi saya yakin anak saya pasti memain-mainkan imaginasinya. Ketika saya menyebut hutan dengan singa sebagai rajanya, saya membayangkan anak saya mulai menghidupkan imaginasinya, “menggambar “ hutan dan singa secara “liar”. Melampaui visualisasi hutan dan singa yang ada dalam buku cerita. Pasti ia memiliki gambaran sendiri., yang tidak seragam dengan gambaran saya dan ibunya.
Inilah saya pikir letak kekuatan dongeng. Meski bertumpu pada bahasa verbal yang saya alirkan melalui bahasa lisan, kekuatannya melampaui bahasa visual. Letak kekuatan bahasa lisan berada pada maknanya yang tidak pasti. Sehingga imaginasi tidak dibekap, malah bergerak melebar dan berkembang.
Beda dengan bahasa visual. Imaginasi anak sudah di-frame. Imaginasi anak sudah dibetot untuk tidak keluar dari kotak visual yang nampak. Apalagi bahasa visual yang bergerak seperti TV. Lama-lama imaginasi akan lumpuh, karena TV sudah memenjarakan imaginasi anak pada “Visual-bergerak” yang ditampilkannya.
Keuntungan Multi
Sihir mendongeng ternyata memiliki keuntungan multi. Jika rutin dilakukan, anak akan kecanduan. Pengalaman saya, anak selalu menuntut saya untuk mendongeng sebelum tidur malam. Karena pembendaharaan dongeng saya terbatas, akhirnya memaksa saya untuk selalu membaca buku cerita, atau “percaya diri” membuat dongeng sendiri.
Tak cukup itu, saya dituntut untuk menyajikan dongeng secara menarik. Mulai sejak memilih thema dongeng, alur cerita, kakakter tokohnya, hingga intonasi dan ritme dalam mendongeng. Jika tidak, saya ditinggal tidur ketika saya baru mulai mendongeng. Dengan kata lain, aktivitas mendongeng ternyata bermanfaat bagi saya karena saya harus memainkan-mainkan imaginasi juga, terutama dalam membuat dongeng. Dalam hal ini, saya harus rendah hati mengatakan bahwa anak juga adalah guru.
Hal lain, hubungan saya dengan anak justru sangat akrab. Dongeng teryata juga menjadi media komunikasi yang efektif dalam mengakrabkan hubungan bathin antara orang tua dan anak.
Saya melakukan aktivitas mendongeng hingga anak bisa membaca. Kira-kira sejak umur 2 tahun hingga umur 4,5 tahun ketika ia sudah masuk TK. Memang tidak tiap malam, cuma saya sering melakukannya. Ternyata benar, mendongeng banyak manfaatnya. Yang saya saksikan paling tidak, rasa ingin tahunya makin tinggi, imaginasi jalan, dan kadang justru mengajukan pertanyaan yang mengejutkan.
Nah, kenapa kita tidak mencoba mendongeng?
2 Responses so far.
Nah, ini beda dengan anak saya. sekarang, anaks aya berusia 3,7 tahun. Dulu dibobokan dengan dongeng, lalu dengan Asmaul Husna, lalu sekarang dengan musik, minta lagu Bento dan Paman Doblang.
ha..ha..pasti yang terakhir yang paling berpengaruh, bento dan paman dimblang.
Posting Komentar