cynthiancep.blogspot.com |
Belakangan ini, sebuah perusahaan mie instan untuk mengenalkan produk barunya meracik iklannya di TV dengan menampilkan bahasa Madura. Mie instan yang katanya rasa bakso itu diteriakkan dalam dialek Madura “SO BAKSO” hingga empat kali.
Iklan semacam ini sebenarnya bukan kasus pertama. Sejak dulu, banyak iklan serupa yang menggunakan dialek Madura. Tidak hanya iklan, acara-acara komedi juga menggunakan dialek Madura yang bagi saya kebanyakan “ganjilnya” ketimbang “benarnya”. Penggunaan bahasa Madura seringkali disalahtempatkan. Sehingga secara leksikal dan maknawi mengalami reduksi.
Tapi saya sadar, strategi bisnis memang acap melabrak pakem. Etnisitas datampilkan bukan untuk tujuan mengapresiasi, tetapi etnisitas sekedar kemasan atau bungkus yang posisinya sejajar dengan plastik atau kertas yang membalut produknya. Dus, etnisitas sekedar komoditi.
Di Mana Salahnya?
Dalam bahasa Madura memang terjadi banyak pengulangan kata. Cuma tidak semua kata bisa sembarangan di ulang-ulang, karena pengulangan kata ini terpola dan ada kaidah atau pakemnya. Secara sederhana pengulangan kata bisa dikelompokkan dalam dua kaidah sebagai berikut :
Pertama, pengulangan kata untuk membentuk kata jama’ misalnya “nak-kanak” (anak-anak), “teng-ganteng “ (semua ganteng), “din-raddin “ (semua cantik), dsb.
Kedua, pengulangan kata yang dimaksudkan untuk penguataan makna “kesegeraan” (segera dilakukan) misalnya, “dimandi” ( segeralah mandi), “katmangkat” (segeralah berangkat).
Lalu, dimana letak kesalahan “so bakso”? Letak kesalahan fatal justru terjadi ketika dialihkan ke dalam bahasa Indonesia. Karena bahasa Indonesia memiliki pakem dan pola kebahasaan yang berbeda. Orang Madura ketika berbahasa Indonesia tak mungkin menerjemahkan “din-raddin” dengan “tik-cantik”. Penerjemahannya pasti tetap mengacu pada pola bahasa Indonesia, “cantik-cantik” atau “cantik semua”.
Boleh jadi maksud “so bakso” itu merupakan pemotongan bahasa dari pengulangan kata “bakso…bakso…” seperti biasanya diteriakkan oleh pedagang keliling. Demi efektifitas, dipadatkanlah menjadi “so bakso”. Tetapi sayangnya, di Madura pun saya tidak pernah mendengar ada abang bakso yang meneriakkan “so bakso” ketika mendorong gerobaknya.
Dalam kasus lain, ada lagi sebenarnya yang lebih fatal, penggunakan “ta’ iye” ( iya, kan?). “Ta’ iye” dalam bahasa Madura digunakan untuk meminta persetujuan dari lawan bicara misalnya, “areya kalakowan sala, tak iye?” (ini perbuatan salah, ya kan?). nah, yang sering dalam acara komedi di TV penempatan ta’ iye sembarangan dan salah tempat. Misalnya, “saya orang Madura, ta’ iye”. Kalimat ini jelas salah. Ta’ iye tak bisa dibarengkan dengan kalimat berita.
Terakhir, keragaman etnis dengan kekayaan bahasanya sebenarnya bisa menjadi kekuatan jika diolah secara benar dan kreatif oleh komedian atau pembuat iklan. Hal ini akan makin mendekatkan kesadaran multicultural bagi masyarakat kita. Tetapi ketika diolah secara salah, apalagi dengan niatan sekedar jualan etnik untuk meraup materi, justru akan menambah streotip buruk bagi etnis tertentu.
Karena itu, menjadi penting bagi komedian, pembuat iklan, atau secara umum pegiat media untuk belajar kebudayaan masyarakat tertentu sebelum dihadirkan dalam media. Penguasan kebudayaan secara mendalam akan menghindari kesalahan-kesalahan sebagaimana yang terjadi seperti saat sekarang ini.
Matorsakalangkong
Pulau Garam | 14 Pebruari 2014
8 Responses so far.
informatif. saya berterima kasih
Manggut-manggut dan senyum-senyum sendiri membacanya. Terimakasih banyak, Pak :)
@ Ra Faizi : yang jelas bukan informasi mie instan-nya kan keh..?
@ Wahyudi : sama-sama yud...salam dan sukses di yogya
Menggairahkan, selamatkan bahasa ibu
mantap! baru sdar saya pak, mereka tau asal tau saja,
Enggi, kiai...
Mator sakalangkong :)
malam pak....
terimakasih tas infonya...ech pak itu kan udah kebyasaan....hehehebakso instant siap saji terimakasih...
salam kenal
@ Langai : mari kita lakukan yang kita bisa
@ Junaidi : itulah jika etnisitas sekedar jadi jualan
@ Anonim : terimakasih
@ Hidayatun Ni'mah : terimakasih iya sih kebiasaan yang salah
Posting Komentar