Posted by rampak naong - -

google.com
Ketika dalam perjalanan pulang dari kantor naik motor pikiran saya dicecar fakta yang saya lihat di jalan raya. Fakta ini setiap hari saya lihat. Apa itu? Di jalan raya sangat banyak orang berkendaraan seenak sendiri. Nyaris tatakrama dan etika lumpuh.

Saya berpikir, nafsu memiliki ternyata juga meluber ke jalan raya. Jalan raya seolah miliknya sendiri, sehingga setiap orang yang berkendaraan menumpahkan nafsu kuasanya di jalan raya. Saling sikut, sikat, berembut jalan, dan semua merasa jalan raya adalah haknya. Orang lain, mungkin, dianggap batu. Yang paling menyesakkan, jalan raya sudah tempat untuk saling bunuh. Mati kearena kecelakaan.

Suatu hari saya mengantarkan istri ke rumah temannya. Karena istri seharian penuh di rumah temannya, saya pulang. Kira-kira baru menempuh 7 km,  saya lihat sekitar 2 meter di depan saya ada motor yang mau belok kiri. Sebelum belok kiri, Ia menghentikan motornya pas di garis tengah jalan raya. Ia menoleh ke belakang (maksudnya ke arah saya yang pas dibelakangnya). Tapi sayang  tanpa menoleh ke depan ia langsung membelokkan motornya ke kiri. Dari depan ada motor dalam kecepatan yang sangat tinggi. Saya yang ada di belakangnya was-was. Dan…brakkk…dua motor , dua pengendara bergulingan di tanah. Pengendara motor dari arah depan seperti melakukan salto dan terbang melampaui motornya.  Dan ia pun jatuh di aspal dengan penuh lumuran darah di lengan, pinggang, kaki, dan betisnya.

Saya menepikan motor. Ikut bergabung di tengah kerumunan orang yang kian detik kian menyemut. Korban di bawa ke rumah penduduk dekat lokasi kejadian. Dalam suasana yang mendebarkan itu saya usahakan tidak panic. “pak..tolong dong ambilkan air untuk korban ini,” kata saya. Saya memang mendekat sama  bapak pengendara motor dari arah depan yang lukanya cukup serius. Setelah minum dan agak tenang, bersama teman yang kebetulan juga ada di situ, kami menanyakan asal bapak itu.
Jelas asalnya, teman saya tanya lagi, “ada saudara bapak yang bisa dihubungi.”

Bapak itu mengeluarkan secarik kertas yang berisi catatan nomer HP. Kebetulan bapak itu memang tidak punya HP. Teman  saya kemudian menelpon nomer yang diberikan bapak. Ternyata tidak aktif. Untung saja teman  saya ini punya saudara yang satu desa dengan korban ini. Langsung ia menelpon saudaranya, menitip pesan agar disampaikan kepada keluarga korban untuk segera ke lokasi kejadian. Beberapa menit setelah bapak sudah lumayan tenang, saya dan teman saya melanjutkan perjalanan.

Cerita di atas sekedar contoh bagaimana jalan raya sekarang sudah menjadi tempat untuk saling bunuh. Beruntung dua korban yang tabrakan itu selamat. Tidak meninggal. Tetapi di belahan lain, selalu saja ada peristiwa kecelakaan di jalan raya yang merenggut nyawa korban.

Coba lihat data yang mencengangkan ini. kecelakaan lalu lintas di jalan diprediksi menduduki peringkat kelima penyebab kematian di dunia setelah penyakit jantung, stroke, paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan. setiap satu jam terdapat sekitar 3-4 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Sekitar 67 persen korban kecelakaan ini merupakan usia produktif, yaitu 22-50 tahun.
 
Secara nasional, kerugian akibat kecelakaan lalu lintas jalan diperkirakan mencapai sekitar Rp 203 triliun-Rp 217 triliun dari total produk domestik bruto Indonesia. Berdasarkan data dari Kepolisian RI tahun 2010, jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 31.234 jiwa. Adapun di tingkat global, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 1,3 juta jiwa meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Lebih dari 3.000 nyawa melayang per hari dan 20-50 juta jiwa menderita luka, bahkan cacat (dikutip langsung dari sini)

Dimana Akarnya?

Kecelakaan di jalan raya dan kecenderungan orang untuk saling bunuh di jalan raya dipicu oleh kegalauan batin, keresahan mata hati, kepanikan kesadaran akibat mengejar dan dikejar sikap ketergesaan. Kenapa tergesa? Memuaskan diri, memuaskan nafsu, memuaskan ego. Dan akhirnya, memuaskan hasrat untuk memiliki.  Jika tidak saling rebut, ya tidak kebagian. Begitu cara pandangnya. Itulah akarnya.
Mari santunkan jalan raya…

matorsakalangkong
Sumenep, 12 juli 2011


 

2 Responses so far.

M. Faizi mengatakan...

secara teknis, pengguna sepeda motor itu tidak dibekali pengetahuan yang cukup tentang berkendaraan di jalan raya. Saya yakin ini. Semestinya, ketika ambil SIM C/A, ada buku saku tentang tata tertib lalu lintas. Bhakan kalau perlu, ada buku saku tentang tilang dan denda, biar transparan.

Tidak hanya kegalauan batin, tapi ada sistem yang tidak berjalan dengan baik di sini.

rampak naong mengatakan...

saya tidak tahu cara apa yang bisa menjadikan pengendara menjadi lebih santun di jalan. buku saku? masyarakat kita tidak suka membaca ke faizi.

salam. terims kunjungannya